Saat ini media sosial sudah
mulai merambah ke masyarakat Indonesia, termasuk penggunanya perempuan. Sosmed awalnya ditujukan hanya untuk pengguna berusia 18 tahun ke atas, namun kenyataannya banyak pengguna yang mengaksesnya di bawah usia tersebut. Kemudahan
penggunaan media sosial oleh orang-orang dari segala usia menjadikan media
sosial sebagai alat yang dapat digunakan oleh semua orang. Selain memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan informasi, perempuan juga memanfaatkan media
sosial sebagai sarana eksistensi diri, promosi diri dan aktivitas
kehidupan lainnya.
Euforia seputar penggunaan
media sosial menunjukkan betapa cerdasnya masyarakat, terutama perempuan,
dalam menggunakan media sosial. Kelompok pertama adalah mereka yang mengetahui
cara menggunakan media sosial dengan cara yang bijak dan sangat fungsional, mengembangkan
keterampilannya, menjadi lebih kuat dan memiliki banyak peluang berkat media
sosial. Media sosial secara empiris telah berhasil memberikan manfaat positif
sebagai sarana komunikasi, akses terhadap informasi, hiburan, kehidupan
pribadi, dan sebagai alat strategis yang produktif.
Sementara itu, ada kelompok
lain yang sekadar mengikuti dan gagap
di media sosial bahkan melakukan tindakan-tindakan
negatif, mulai dari hal sederhana hingga kejahatan dan pelecehan. Kebebasan
setiap pengguna untuk berekspresi di jejaring sosial berarti pengguna lain juga
mempunyai kebebasan berkomentar dan bertindak. Pelecehan terhadap perempuan di
media sosial semakin banyak bentuknya, mulai dari komentar, pesan teks, hingga
panggilan video.
Sebuah studi oleh Sloane Burke
W dkk. Sebuah studi terhadap 293 wanita berusia 18 tahun ke atas,
"Menjelajahi Cyberbullying terhadap Wanita Menggunakan Media Sosial,"
menemukan bahwa 19,9% responden melaporkan menerima pesan ofensif berulang kali
yang tidak diminta dari orang tak dikenal dalam 12 bulan terakhir. Sementara
itu, 10% responden menerima pesan pornografi, 19,2% responden menyatakan
berulang kali menerima undangan seksual dari orang tak dikenal di Internet, dan
12,5% diancam di Internet oleh orang tak dikenal. Pelecehan ini dianggap wajar
bagi pelakunya, namun tidak bagi korbannya. Perilaku perundungan, baik dalam
kehidupan nyata maupun di media sosial, dapat menimbulkan penderitaan berjangka panjang bagi korbannya. Oleh karena itu, diperlukan penanganan,
perlindungan, dan pemulihan yang komprehensif dan berkualitas bagi para korban.
Melihat kedua sisi ini,
perlukah perempuan mengisolasi diri dan anti media sosial? Untuk mencegah pelecehan
terhadap pengguna media sosial khususnya perempuan, maka setiap pengguna media
sosial harus cerdas dalam menggunakan media sosial. Upaya pencegahan
pelecehan terhadap perempuan di media sosial harus menyasar setiap individu
pengguna media sosial, termasuk perempuan pengguna itu sendiri. Salah satu
upaya preventif bagi perempuan adalah dengan meningkatkan literasi media
sosial.
Literasi media atau kompetensi media adalah kemampuan untuk
menggunakan, menganalisis, mengevaluasi, dan mengirimkan informasi dalam
berbagai media. Banyak sarjana yang mengembangkan banyak definisi tentang
literasi media, sehingga literasi media secara umum mengacu pada bagaimana
masyarakat dapat mengendalikan media. Literasi media memainkan peran penting
bagi perempuan. Literasi yang baik dapat membantu perempuan menggunakan media
sosial dengan cara yang berorientasi pada hubungan.
Pentingnya peningkatan
literasi media sosial membantu perempuan mengembangkan kesadaran, kontrol, dan
batasan yang tegas dan jelas dalam menggunakan media sosial. Mencegah penindasan
di media sosial memerlukan literasi media yang diimbangi dengan keterampilan
menggunakan media sosial. Oleh karena itu, perlu dipahami penggunaan media
sosial yang sehat. Hanya saja, perempuan khususnya juga harus menerapkan dan
menerapkan etika dalam menggunakan media sosial. Hal ini membantu meminimalisir
pemicu pelecehan terhadap pengguna media sosial perempuan.
Penulis: Asdyani
Tags
SOSIAL